Pasca Pesta terbitlah riuh reda
Gelaran pesta yang telah usai pada puncaknya 9 Desember 2020 lalu, menandakan bahwa hal ihwal pelaksanaan demokrasi di Indonesia, khususnya di Kab. Trenggalek terlaksana dengan baik. Di mulai dari tahapan yang kurang lebih delapan bulan lamanya untuk mempersiapkan gelaran pesta itupun bisa dikatakan terlaksana dengan baik pula.
Jajaran penyelenggara dan kontestan pemilu hingga masyarakat pemantau pemilu pun turut bersuka cita atas terlaksanakannya gelaran tersebut. Dalam tahapannya yang dilaksanakan dengan menambahkan agenda khusus atau penanganan khusus karena dilaksanakan di tengah pandemi covid 19, dapat dikatakan pelaksanaan pemilukada kali ini terbilang sukses.
Ini, dibuktikan dengan prosentasi partisipasi masyarakat mencapai 65 - 70 persen tingkat partisipasinya. Padahal, dengan adanya ancaman kesehatan atas merebaknya covid 19, pihak penyelanggara merasa was-was atas ketidak tercapaiannya partisipasi masyarakat dalam menyalurkan haknya, yang di patok sekitar 70-75 persen.
Tanggal 9 Desember telah lewat, begitupun tanggal 15 Desember telah lewat. Pada tanggal 9 Desember itulah puncak demokrasi di telorkan, dengan ditandainya, berduyun-duyunnya masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dalam pemilihan kepada daerah.
Pemilihan yang diselenggarakan oleh penyelenggara itu di mulai pukul 07.00 sampai 13.00, dan dilanjutkan dengan proses tungsura(perhitungan suara). Setelah tungsura selesai tanpa ada kendala dan keberatan dari pihak pengawas maupun pihak saksi, selanjutnya diplenokan di tps dan selanjutnya diteruskan ke kecamatan untuk di plenokan di tingkat kecamatan. Setelah pleno kecamatan selesai, hasil pleno kecamatan tersebut naik ke kabupaten, yang selanjutnya diplenokan di kabupaten.
Tanggal 15 Desember 2020 tepatnya. Pleno kabupaten tentang rekapitulasi hasil perhitungan suara di tingkat kecamatan dilaksanakan. Dalam pleno tersebut dihadirkan perwakilan penyelenggara tingkat kecamatan dan peserta pemilu hingga pengawas pemilu serta yang lainnya.
Setelah pleno kabupaten selesai tanpa ada kendala yang berarti, kini semua aktifitas yang sebelumnya terfokus pada gelaran pesta tersebut kembali pada keadaan normal.
Badan adhoc (PPK, PPS) yang semula sebagai tangan panjang KPU kabupaten sekarang harus kembali pada kehidupan normal seperti biasanya. Yang tani, kembali bertani, yg guru kembali guru, yang selama gelaran pesta itu diam, kini mulai bersuara kembali.
Setelah rehat sejenak karena fokus utama dan fokus perhatiaan pada pemilukada 2020, sekarang jagat dunia digital diriuhkan dengan serbuan postingan-postingan yang sebelumnya belum ada saat pemilukada.
Yang diantaranya mulai dari berita pelonjakan pasien covid 19, permasalahan tender-tender yang disinyalir ada unsur korupsi hingga isu tentang subsidi yang seharusnya gratis tidak digratiskan.
Se-ambreg masalahpun seolah-olah ditumpah ruahkan guna untuk menyedot perhatian publik. Perhatian yang nantinya akan menarik simpati masyarakat untuk disatu padukan yang berguna untuk pemerbaikan trenggalek kedepan.
Tentunya, sebagai masyatakat awam, pemerbaikan dari sisi birokrasi sangatlah diharapkan masyarakat bawah. Birokrasi sehat, adalah kunci dari keselamatan bangsa. Birokrasi yang sejalan dengan nilai nilai pancasila merupakan harapan masyarakat. Yang mana para pelaku birokrasi dituntut untuk berperilaku jujur, adil, terbuka dan transparan. Mulai dari penyusunan anggaran sampai perealisasian anggaran tersebut.
Permasalahan-permasalahan yg timbul dari ketidak transparan dapat memunculkannya persepsi yang beragam. Ada yang pro ada yang kontra. Yg pro tentunya mendukung, yg kontra tentunya selalu mempertanyakannya. Sesuai dengan amanat Undang Undang, sebagai masyarakat berhak tahu dan berhak mengetahui hal ihwal tentang penggunaan anggaran pemerintahan (pemerintah daerah).
Pemantauan tentang penyerapan anggaran sah dan dilindungi Undang-Undang. Jadi boleh dikatakan setelah fokus utama dari sebelumnya terfokus ke pesta demokrasi kini masyarakat mulai bergegas berduyun-duyun mengalihkan fokusnya ke penggunaan anggaran pemerintah. Hal ini tak bisa dipersalahkan, justru hal ini merupakan bentuk kemajuan demokrasi di Indonesia. Sebab masyarakat mulai beranjak berani menyuarakan atas ketidak adilan yang diterimanya.
Keadilan yang tidak merata, hingga termaginalnya pembangunan di berbagai daerah merupakan ketidak merataannya penyerapan anggaran. Atau bisa bisa penyerapan anggaran tersebut bocor kesalah satu atau salah kelompok orang.
Hal ini, ditandainya dengan berbagai protes yang dialakukan oleh masyarat. Protes-protes tersebut disuarakan lewat kanal facebook dan media lainnya. . . .
0 Comments