Pembelajaran di Masa Pandemi COVID 19

 


Masa Pemdemi:

Pembelajaran di Masa Pandemi COVID 19

Muhammad Andrianto Hendrawan

Abstrak:

Pendidikan ialah pembelajaran, pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan atau penelitian. Proses pembelajaran dalam Keadaan darurat nasional mengharuskan proses belajar mengajar harus dilakukan secara DARING dan dilaksanakan di rumah. Pemberlakuan sekolah virtual (daring) mulai dari SD,SMP, SMA hinga Perguruan Tinggi pun terpaksa harus dan wajib menjalankan proses pendidikan dengan jalan virtual. Pemberlakuan sekolah virtual ini, merupakan jalan terbaik untuk keberlangsungan proses pendidikan. Sebab pendidikan ialah pilar-pilar peradaban. Majunya negara bergantung pada majunya pendidikan. Dengan adanya darurat nasional guru dituntu proaktif dan kreatif dalam menjalankan pembelajaran secara daring. Kompetensi dan keterampilan guru harus terus diperkaya, didukung oleh kebijakan sekolah yang mendorong guru terus belajar. Pihak terkait juga perlu mengevaluasi pembelajaran daring tersebut agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Beban belajar peserta didik tentunya harus diperhitungkan, terukur, baik secara materi maupun waktu. Guru tidak boleh semata-mata memberikan tugas, tetapi harus memperhitungkan secara matang. Guru tidak boleh lupa untuk mengapresiasi capaian peserta didik. Kurikulum yang fleksibel dan siap menghadapi pandemi juga dibutuhkan.

Kata kunci: Pendidikan, Pembelajaran, COVID 19

 

Abstract:

Education is the learning, knowledge, skills and habits of a group  people that are passed down from one generation to the next through teaching, training or research. The learning process in a national emergency requires the teaching and learning process to be carried out on a LINE and be carried out at home. Enforcement of virtual schools (online) starting from elementary, junior high, high school to tertiary institutions is forced and obliged to carry out the educational process using virtual means. The implementation of this virtual school is the best way for the continuity of the educational process. Because education is the pillars of civilization. The progress of the country depends on the advancement of education. With the national emergency, teachers are required to be proactive and creative in carrying out online learning. Teacher competencies and skills must be continuously enriched, supported by school policies that encourage teachers to continue learning. Related parties also need to evaluate online learning so that learning objectives can be achieved optimally. The learning load of students, of course, must be calculated both materially and in time. Teachers should not only give assignments, but must consider carefully. Teachers must not forget to appreciate the achievements of students. A flexible curriculum and preparation to face a pandemic is also needed.

Keywords: Education, Learning, COVID 19

1.      Pendahuluan

Pendidikan sebagaimana artinya yang mengacu pada [1]pembelajaran, pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan atau penelitian. Ialah suatu komunikasi verbal antar individu satu ke individu lainnya dengan langsung bertatap muka. Komunikasi dalam hal pemberian pengetahuan bersifat timbal balik atau pertukaran informasi antara sang guru dengan sang murid.

Perpindahan ilmu pengetahuan secara langsung dan simultan secara terus menerus dapat mempengaruhi otak bawah sadar sang murid. Seperti artinya kebiasaan yang secara terus menerus disalurkan dari satu orang ke orang lain, maka secara tidak langsung dapat merangsang perilaku peserta didik.

Keterkaitan dan kesaling hubungan antara pendidik dan peserta didik tidak lepas adanya peran lembaga pendidikan untuk menjembatani diantaranya. Lembaga Pendidikan yang merupakan wadah bersatunya dan berputarnya ilmu pengetahuan menjadikan denyut peradaban di mulai. Lembaga Pendidikan dalam perannya sebagai tempat bernaung para pendidik dan peserta didik, memiliki peran sangat vital dalam membangun cita-cita luhur bersama.

Dalam lanskap pembelajaran, peran Lembaga Pendidikan setidaknya dan paling tidak sedikitnya harus memenuhi kriteria-kriteria tercukupinya proses belajar mengajar. Sebelum terbentuknya suatu wadah bersama, untuk permulaan Lembaga Pendidikan harus mengurus berbagai perizinan yang disyaratkan didirikannya sebuah lembaga, apabila lembaga tersebut di bawah naungan pemerintah, semua perizinan dan gedung akan di fasilitasi oleh pemerintah dan apabila di bawah tangan swasta perizinan dan ruang gedungnya di bawah naungan Yayasan. Perizinan yang ketat, hingga persyaratan bangunan yang mumpuni, menjadi tanggu jawab bersama demi kemajuan nusa dan bangsa.

Mulai dari lengsernya Alm. Suharto Presiden RI ke-2 dan naiknya Addurahman Wahid (Gusdur), mulai digencarkan pemulihan dan perhatian lebih difokuskan pada ranah pendidikan. Lewat kebijakan menuju desentralisasi pendidikan  yang mengacu pada UU No.22 tahun 1999 dan No. 25 tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan No. 33 tahun 2004, dimana dapat ditangkap prinsip-prinsip dana rah baru dalam pengelolaan sektor pendidikan dengan mengacu pada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dimana implikasi otonomi daerah bagi sector pendidikan sangat tergantung pada pembagian kewenangan di bidang pendidikan yang akan ditangani pemerintah pusat dan pemerintah daerah disisi lain.

Dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan Gus Dur tersebut, menandakan adanya pembagian tugas yang jelas dan kewenangan serta ranah yang dijangkau juga jelas. Pembagian tugas tersebut dialamatkan untuk pemerataan kebijakan di semua sektor sehingga tidak akan terjadi tumpeng tindih diantaranya.

Sesuai dengan amanat [2]UUD 1945 pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sisten pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan sera akhlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa yang diatur undang-undang. Lebih lanjut mengenai aturan tentang Pendidikan Nasional diatur dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya ditulis UU Sisdiknas) menyatakan:

[3]“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

            Selaras dengan hal itu, Nurani Soyomukti dalam bukunya “Teori-teori Pendidikan” mengatakan “Pendidikan nasional adalah penddikan yang demokratis yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang demokratis. Sistem pendidikan nasional yang demokratis bukan berarti menolak kenyataan adanya perbedaan di dalam tingkat-tingkat kecerdasan manusia sebagai karunia Ilahi. Sistem pendidikan demokratis adalah memberikan kesempatan yang sama untuk seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan dan bakatnya masing-masing untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas”.

2.      Pendidikan sebagai cara pembebasan

Kata pembebasan dalam KBBI mempunyai akar kata “bebas” mendapat imbuhan pe-, -an, yang berarti proses secara terus menerus, yang memiliki arti kata kerja. Pembebasan ialah suatu proses hilangnya belenggu keterikatan dari sesuatu menuju keadaan yang bebas tidak terhalan dan terganggu.

Dalam bukunya [4]Metode Pendidikan Marxis Sosialis, Soyomukti, mengemukakan “tujuan pendidikan adalah agar generasi kita mampu untuk mengenali dan mempelajari kenyataan ini dalam rangka untuk merubahnya”. Dalam artian ini generasi muda atau peserta didik kita haruslah terjun langsung mengenali realitas yang ada. Mengenali realitas yang ada berarti peserta didik melakukan penelitian, penyelidikan dan praktik. Praktik ialah metode paling efektif guna memahami realitas secara dialektis.

Pemahaman yang dialektis inilah yang membuat peserta didik memahami bahwa realitas merupakan rangkaian material yang saling terhubung dan selalu berubah. Perubahan suatu komponen yang melekat dalam kehidupan akan mendistorsi komponen yang lainnya. Misalnya tubuh manusia yang terluka akibat tertususk duri di bagian kakinya, akan terasa menjalar ke seluruh tubuh, dan akan mengganggu komponen tubuh yang lainnya.  Ini berarti bahwa komponen yang ada di dunia ini saling terhubung dan saling tergantung satu sama lain. Ketergantungan satu sama lain ini merupakan keniscayaan yang dapat melengkapi satu hal dengan hal yang lainnya.

Pendidikan sebagai pemahaman dialektis, ialah pendidikan yang mengarahkan peserta didik menuju kepada pembebasan yang bertujuan pada kesadaran manusia sesuai dengan tuntutan-tuntutan kemanusiaan. Tuntutan-tuntutan kemanusiaan yang dalam artian sesuai  dan selaras dengan dinamika-dinamika kehidupan. Dinamika atau pergesekan antar individu tak bisa dihindari oleh seseorang sebab ia adalah makhluk sosial. Pergesekan-pergesekan ini hanya akan selesai bila seseorang mampun mengharmoniskan antar komponen tersebut.

Dalam hal mengharmoniskan atau melaraskan tentang suatu persoalan tentulah seseorang tersebut membutuhkan suatu hal yang mampu menangani itu semua. Hal tersebut ialah ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan bisa diperoleh dari pendidikan. Dengan terselenggarakannya pendidikan yang humanis dan merata, pendidikan secara tidak langsung membangkitkan dan membawa peserta didik dari keterjajahan moral dan material.

Secara moralitas peserta didik mampu membebaskan dirinya dari kebodohan dan ketidaktahuan, secara material peserta didik dapat mengangkat derajat taraf kehidupannya di masyarakat.

Dengan ilmu pengetahuan yang mumpumi, peserta didik mampu menangkis dan melerai berbagai persoalan-persoalan kehidupan. Persoalan-persoalan yang harus dipecahkan dengan objektif dan rasional. 

Pendidikan yang berorientasi pada pembebasan peserta didik secara mandiri dan produktif, membuat peserta didik tidak teralienasi (terasing) sehingga menciptakan generasi yang produktif, sekaligus menyadarkan masyarakat dari hubungan penindasan, dan tentu saja mendorong ke arah kerja-kerja produktif yang konkret untuk melawan kontradiksi.

Dalam keadaan darurat pendidikan yang bertumpu pada pembelajaran atau metode penyampaian ilmu pengetahuan sebagai tangan panjang, tentunya membuat pembelajaran secara langsung harus dihentikan sejenak guna menanggulangi hal-hal yang kurang diharapkan. Pembelajaran yang seyogyanya dilaksanakan dengan tatap muka harus dipaksa dialihkan secara virtual.

3.      Madrasah Sebagai Lahan Peradaban

            Madrasah atau sekolah tempat menuntut ilmu, berasal dari Bahasa Arab “darasa (darosa) seacra harfiah diartikan sebagai “tempat belajar para pelajar. Kata madrasah lebih identic dengan pondok pesantren, tapi pada kenyataannya, kata madrasah lebih merujuk pada sekolahan. Lebih spesifiknya pada sekolahan yang berbasis pada ke-agama-an. Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain, bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula. Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya.

            Dengan demikian kata madrasah berasal atau bersumber dari lingkup islam itu sendiri. Dalam perkembangannya, madrasah lebih dahulu muncul daripada sekolah-sekoah formal yang lainnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya kiai, habaib dan masyayikh yang mendirikan pondok belajar atau biasanya disebut dengan pondok pesantren untuk kegiatan penyebaran keilmuan.

            Teriring dengan perkembangan zaman, transformasi poondok pesantren yang mula-mula hanya berbasis pada ilmu-ilmu keagamaan, kini bergeser merambah di ilmu-ilmu eksakta dan sosial. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya banyak pondok pesantren yang mulai mendirikan sekolah formal, misalnya RA, MI, MTS, dan MA.

            Merebaknya sekolah-sekolah formal ini menandakan makin terbukanya wawasan dan cara berpikir tentang ilmu pengetahuan serta tuntutan zaman yang semakin kompleks.  Data dari emispendis.kemenag.go.id menunjukkan bahwa jumlah ketersebaran Madrasah di Indonesia mencapai 82.418 baik negeri maupun swasta. hal tersebut sesuai dengan visi pendidikan yaitu terwujudnya sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai visi berikut:

1.      Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

2.      Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bansa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

3.      Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;

4.      Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global;

5.      Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan program-program pemerintah yang strategis dan sesuai dengan perkembangan zaman, diharapkan masa depan kehidupan bangsa dan negara mampu menuju cita-cita luhur bersama. Cita-cita yang berlandaskan pada Pancasila meliputi (1) Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) Memajukan kesejahteraan umum, (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

4.      Tantangan dalam bencana non-alam COVID 19

Pertengahan bulan Desember 2019, dunia seolah diguncang dengan adanya berita mengenai penyebaran virus, yang berasal dari negara Tiongkok. Menurut berita yang beredar, virus tersebut berasal dari pasar rakyat di Wuhan. WHO (World Health Organization) menamakan virus tersebut dengan COVID 19 (Coronavirus Disease 2019). Dengan sifatnya yang mudah menular dan cepat beradaptasi di segala kondisi, membuat virus tersebut dapat merebak dengan cepat.

Merebaknya virus seperti berita hoaxs yang mudah menyebar di internet. Penyebaran virus yang mula-mula berada di selingkung Wuhan, lama kelaman dengan banyak jalur perpindahan antar warga dari China menuju Indonesia maupun dari China ke penjuru Dunia. Membuat virus tersebut sulit untuk dijinakkan.

Bulan Pebruari 2020, menjadi awal mula COVID 19 masuk ke Indonesia. Bermula dari datangnya warga Indonesia yang baru pulang dari Wuhan, menyebabkan kluster baru di Indonesia. Sontak para masyarakat di buat geger dengan berita adanya kluster baru di Indonesia. Dengan adanya kluster baru, membuat Pemerintah mengambil langkah strategis dalam penyikapannya. Pemerintah, khususnya Menteri Kesehatan langsung melacak siapa saja yang pulang ke Indonesia.

Langkah Pemerintah dalam hal penanganan kasus ini sudahlah tepat. Tapi, dengan sifatnya yang mudah menular,COVID 19 sulit untuk dikendalikan.

Tak lama kemudian muncullah kluster-kluster baru, yang membuat masyarakat panik. Kepanikan terhadap sesuatu hal memicu kekacauan yang menimbulkan penumpukan berbagai bahan pokok. Kepanikan tersebut menimbulkan rasa solidaritas di semua komunitas masyarakat menjadi menurun. Penyelamatan diri individu dan keluarga menjadi nomor satu dibandingkan menyelamatkan komunitas. Pereduksian ke akuan, menjadi sangat dominan dikalangan masyarakat. Masyarakat dengan memperhitungkan nasibnya sendiri dan keluarganya menjadi sangat protektif dan menang sendiri.

            Kepanikan semakin mencuat dan melebar di segala lini hingga tak memandang bulu, mulai dari lapisan masyarakat kecil hingga ke pegawai pemerintahan. Kepanikan yang sudah merebak, mengakibatkan Intitusi Pemerintahan seperti Dinas Pendidikan melakukan kebijakan yang sebelumnya belum pernah di lakukan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD) yang dikepalai oleh Mas Nadiem Makarim terpaksa harus memutar otak untuk keberlangsungan proses pendidikan.

            Proses pendidikan, yang dahulunya memakai tehnik tatap muka langsung sekarang dengan adanya keadaan darurat karena bencanan non alam COVID 19 membuat proses belajar mengajara dialihkan menjadi DARING (dalam jaringan). Tentulah ini menjadi persoalan baru, dimana tata kebiasaan dan kebudayaan yang selama ini dijalankan harus sedikit dibengkokkan menjadi online.

            Pemberlakuan sekolah virtual mulai dari SD,SMP, SMA hinga Perguruan Tinggi pun terpaksa harus dan wajib menjalankan proses pendidikan dengan jalan virtual. Pemberlakuan sekolah virtual ini, merupakan jalan terbaik untuk keberlangsungan proses pendidikan. Sebab pendidikan ialah pilar-pilar peradaban. Majunya negara bergantung pada majunya pendidikan.

            Berlakunya Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) ini selaras dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal (3) yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

 5.      Pembelajaran di Masa Pandemi

Merebaknya dan menyebarnya virus Corona awal tahun 2020 membuat dunia dibuat berhenti sejenak dari riuhnya aktifitas hariannya. Virus COVID 19, sebagaimana telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) dinaikkan statusnya dari epidemi menjadi pandemi. Sebagaimana diketahui bahwa pandemi ialah sebuah kasus penyebaran penyakit di wilayah yang luas, misalnya beberapa benua, atau di seluruh dunia. Penyakit endemik yang meluas dengan jumlah orang yang terinfeksi yang stabil bukan merupakan pandemi.

Dengan adanya warning dari WHO tersebut seluruh jajaran pemerintahan dibelahan dunia diminta untuk meningkatkan kasus COVID 19 sebagai bencana non-alam yang mengharuskan proses aktifitas harus diberhentikan sementara guna memutus rantai penularannya.

Sebagaimana penjelasan di atas bahwa proses pembelajaran juga terkena imbasnya. Secara rela maupun terpaksa proses pembelajaran harus menggunakan metode yang luar biasa dari biasanya. Penekanan pembelajaran yang di luar jalur kebiasaan ini, akan mengakibatkan shock therapy bagi komponen yang berkecimpung didalamnya.

Salah satu jalan keluar yang dapat memberi solusi yaitu tetap mempertahankan proses pembelajaran sebagaimana mestinya dengan cara memperlakukan tatap muka secara DARING, atau secara sadar semua komponen dipaksa untu melakukan transformasi proses pembelajaran yang berbasis internet.

Sesuai SE Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) bahwa semua kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara virtual dan kegiatan pembelajaran dilakukan di rumah. Surat Edaran tersebut bukannya surat yang datangnya dari surga yang tidak menimbulkan berbagai kekacauan. Perlu dipertimbangkan dengan berlakunya Surat Edaran tersebut sangat memperngaruhi sekolah, murid, guru, dan piranti pembelajaran. Bagaimana kesiapan sekolah dalam memfasilitasi berbagai hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran daring, juga perlu dipertimbangkan jangkauan internet di rumah peserta didik.

Salah satu penentu keberhasilan pembelajaran secara virtual adalah kompetensi guru. Guru akan berusaha sedapat mungkin agar kegiatan pembelajaran yang dilakukan berhasil. Guru berperan sebagai pengorganisasi lingkungan belajar dan sekaligus sebagai fasilitator belajar. Untuk memenuhi itu, maka guru haruslah memenuhi aspek bahwa guru sebagai: model, perencana, peramal, pemimpin, dan penunjuk jalan atau pembimbing ke arah pusat-pusat belajar.

Dalam konteks pembelajaran secara daring, tentu penghargaan harus diberikan kepada semua pihak yang terlibat, baik dari guru, sekolah, peserta didik, dan bahkan orang tua wali yang dengan antusias menyupport anaknya. Pembelajaran yang berpusat pada daring dikembangkan dan diciptakan guna mempermudah ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan. Barang tentu pembelajaran yang bersifat daring selau fleksibel dan dinamis bergerak menuju keterbukaan informasi.

[5]Miller (2020) memberikan enam saran bagi guru yang melaksanakan pembelajaran daring, dengan dua tujuan utama yaitu mempertahankan kontinuitas pengajaransebanyak mungkin dan menyelesaikan semester dengan baik. (1) Mulailah dengan mempelajaritugas selama beberapa minggu mendatang. Apakah materi dapat diakses secara daring, sehinggapeserta didik dapat menemukan instruksi dan materi yang mereka butuhkan? Apakah jelasbagaimana peserta didik akan berubah dalam pekerjaan mereka? Apakah tenggat waktu telah diubah, dan apakah semua tenggat waktu itu dikirim secara jelas? (2) Bagaimana guru akan memberi umpan balik tentang kemajuan peserta didik? Pertimbangkan bagaimana peserta didik akan dapat mempraktikkan keterampilan dan tujuan utama yang diharapkan-hal-hal yang biasanya mereka lakukan di kelas? Bagaimana guru akan memberi peserta didik kesempatan untuk latihan dan umpan balik, untuk penugasan kecil dan berisiko tinggi? Tidak diragukan lagi peluang itu akan berbeda dari sebelumnya sebelum guru memindahkan kelas secara daring. Pastikan bahwa sangat jelas bagaimana peserta didik dapat mengakses peluang itu. Dan jika guru

tidak menghabiskan banyak waktu di kelas untuk melatih peserta didik dan mendapatkan umpan balik, sekarang adalah saat yang tepat untuk meningkatkan aspek pembelajaran-mengingat guru tidak akan menyajikan konten secara langsung. (3) beralihlah ke pengalaman di dalam kelas daring. Cobalah menentukan apa yang guru lakukan di kelas pada tingkat yang lebih tinggi, lebih berorientasi pada tujuan (misalnya presentasi konten, memeriksa pemahaman, kerja proyek kolaboratif - alih-alih hanya "kuliah," "kuis," "diskusi" biasa). Jika guru mengingat tujuan-tujuan tersebut, guru akan memiliki ide yang lebih baik tentang bagaimana mencapainya secara daring, serta aspek-aspek apa dari pengalaman kelas yang harus difokuskan untuk disimulasikan. (4) Putuskan apa yang akan dilakukan tentang penilaian berisiko tinggi, khususnya ujian. Sebaiknya, jangan ada soal dengan jawaban yang mudah, terutama jika guru berencana untuk memiliki sebagian besar nilai siswa bergantung pada apa yang akan menjadi tes langsung, yang deprogram secara langsung. Gunakan pula beberapa jenis proyek dan berbagai pengolah data aktivitas daring yang bisa digunakan. (5) Pertimbangkan materi yang akan diberikan. Kemungkinan, bacaan dan materi lainnya ada dalam bentuk digital, dan guru mungkin sudah mempostingnya. Tetapi guru harus memeriksa ulang apakah bacaan, video, kumpulan masalah, kuis, dan sejenisnya dapat diakses, bersama dengan dokumen-dokumen utama seperti silabus dan jadwal. (6) Setelah guru memeriksa hal-hal tersebut, maka pastikan semua terkomunikasikan dengan baik. Guru perlu menjelaskan sedetail mungkin apa yang dapat diharapkan dari peserta didik tentang pembelajaran daring dalam beberapa minggu ke depan. Pastikan untuk membahas apa yang menjadi tanggung jawab peserta didik untuk dilakukan, bagaimana mereka dapat menemukan hal-hal yang mereka butuhkan untuk memenuhi tanggung jawab itu, dan apa yang harus mereka lakukan terlebih dahulu. Pastikan juga jalur komunikasi dua arah, tawarkan lebih banyak cara untuk berkomunikasi dengan guru (misalnya WhatsApp, e-mail, video call).

Simpulan

Keadaan darurat nasional yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia yang disebabkan oleh COVID 19 mengharuskan proses belajar mengajar harus dilakukan secara DARING dan dilaksanakan di rumah. Pemberlakuan sekolah virtual (daring) mulai dari SD,SMP, SMA hinga Perguruan Tinggi pun terpaksa harus dan wajib menjalankan proses pendidikan dengan jalan virtual. Pemberlakuan sekolah virtual ini, merupakan jalan terbaik untuk keberlangsungan proses pendidikan. Sebab pendidikan ialah pilar-pilar peradaban. Majunya negara bergantung pada majunya pendidikan.

Salah satu penentu keberhasilan pembelajaran secara virtual adalah kompetensi guru. Guru akan berusaha sedapat mungkin agar kegiatan pembelajaran yang dilakukan berhasil. Guru berperan sebagai pengorganisasi lingkungan belajar dan sekaligus sebagai fasilitator belajar. Untuk memenuhi itu, maka guru haruslah memenuhi aspek bahwa guru sebagai: model, perencana, peramal, pemimpin, dan penunjuk jalan atau pembimbing ke arah pusat-pusat belajar.

Sebagai rekomendasi kedepannya, seluruh komponen yang berkecimpung di dunia pendidikan khususnya disekolahan dibutuhkan komunikasi dan koordinasi serta kolaborasi yang baik antar elemen. Kompetensi dan ketrampilan guru dalam pembelajaran hingga melek informasi sesuai dinamika zaman sangatlah diperlukan. Guru juga harus dapat mengukur dan mengevaluasi beban belajar peserta didik. Beban belajar peserta didik harus logis dan terukur baik scara materi maupun waktu. Guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan tugas secara sembarangan tetapi tidak mengevaluasinya. Tidak lupa juga guru dapat memberikan apresiasi kepada peserta didik agar tujuan pembelajaran tercapai. Selain itu, kurikulum yang pembelajaran daring adalah kurikulum yang fleksibel dan menghadapi perubahan zaman, baik pandemic maupun yang lainnya.

Ucapan Terima kasih

Terima kasih kepada MA Plus Sunan Kalijaga yang telah memberikan kepercayaan untuk mengikuti lomba Menulis Artikel Guru Madrasah dan PAI yang dilaksanakan oleh Kementrian Agama Kabupaten Trenggalek guna menyambut Hari Amal Bhakti Kementrian Agama Ke-75 tahun 2021.


References

·         https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

·         Miller, M. D. (2020, March). Going online in a hurry: What to do and where to start. The Chronicle of Higher Education, 8–10.

·         Soyomukti, Nurani, Metode Pendidikan Marxis Sosialis . JOGJAKARKA: AM-RUZZMEDIA, 2017.

·         Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

·         Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

·         Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keunagan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.




Post a Comment

0 Comments